KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
LAPORAN PENDAHULUAN
KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam
Menyelesaikan Stase Manajemen Keperawatan
Oleh :
SRI HERMAWATI
NIM. 4012170026
![]() |
STIKES BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI PROFESI ILMU KEPERAWATAN
2017
A. Pengertian
Komunikasi
Organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di
antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu.
Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis
antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan
Mengenai organisasi, salah satu defenisi menyebutkan
bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang
melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan
yang ditetapkan. Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam
suatu organisasi mensyaratkan:
1. Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang
memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi
yang jelas, seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
2. Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam
sebuah institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang
pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
B. Macam
macam komunikasi
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi
ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi
yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian
dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada
prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor
kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan
informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi
massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan
elektronik.
C. Model komunikasi
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human
Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1.
Model
komunikasi linier (one-way communication)
Dalam
model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon
yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya
bersifat monolog.
2.
Model
komunikasi interaksional.
Sebagai
kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau
umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di
mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat
bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3.
Model
komunikasi transaksional.
Dalam
model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship)
antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku
adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
D.
Fungsi
komunikasi
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi
sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang
komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia
(human communication) yang terjadi dalam kontek organisasi. Atau dengan
meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan sebagai
arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu
sama lain (the flow of messages within a network of interdependent
relationships).
Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus
komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi
horisontal. Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi
yang sangat tegas. Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding
Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua
arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
1.
Downward communication
yaitu
komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran
manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi
arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a. Pemberian
atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b.
Penjelasan dari
pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c.
Penyampaian informasi
mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d.
Pemberian motivasi
kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2.
Upward communication
yaitu komunikasi
yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada
atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a. Penyampaian
informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b.
Penyampaian informasi
tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat
diselesaikan oleh bawahan
c.
Penyampaian
saran-saran perbaikan dari bawahan
d.
Penyampaian
keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3.
Horizontal
communication
yaitu tindak komunikasi
ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan
yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a. Memperbaiki
koordinasi tugas
b.
Upaya pemecahan masalah
c.
Saling
berbagi informasi
d.
Upaya
pemecahan konflik
e.
Membina
hubungan melalui kegiatan bersama.
E.
Proses Komunikasi
Pada
tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua
perspektif, yaitu:
1. Perspektif
Kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry,
yang mewakili perspektif kognitif adalah penggunaan lambang-lambang
(symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu
objek atau kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan)
dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau
lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima secara akurat,
receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh
karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
2. Perspektif
Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif
perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana
sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver.
Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah
adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal
tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons. Kedua
pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus
respons antara sender dan receiver.
Setelah kita
memahami pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, kita mencoba
melihat proses komunikasi dalam suatu organisasi. Menurut Jerry W.
Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang
lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi
penerima (receiver). Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan
(sender) dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika satu pesan
mempunyai efek yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang
disampaikan tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.
Proses
komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok
yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai
berikut:
1.
Langkah pertama
yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau
pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini
merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
2.
Langkah kedua
dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan
informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang
yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek
terhadap orang lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber
mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun
perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
3.
Langkah ketiga
dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode).
Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis,
menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga
ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk
menyampaikan suatu pesan. Saluran
untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan telepon.
Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang
tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis
seperti: televisi, kaset, video atau OHP (overheadprojector). Sumber
berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan,
sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
4.
Langkah
keempat, perhatian
dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan, maka
penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak
mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima
melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan
yang disampaikan kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci
untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima.
Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan
bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
5.
Proses
terakhir dalam proses
komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber
mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima.
Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber
dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima
bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah
yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
F.
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial
maupun sosial, komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan
melibatkan empat fungsi, yaitu:
1.
Fungsi informatif
Organisasi
dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing
system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap
dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat
melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan
oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu
organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi
untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang
terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan
informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan
sebagainya
2.
Fungsi Regulatif
Fungsi
regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.
Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap
fungsi regulatif ini, yaitu:
a.
Atasan atau orang-orang yang berada dalam
tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan
semua informasi yang disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai
kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur
organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of
authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana
semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk
menjalankan perintah banyak bergantung pada:
-
Keabsahan pimpinan
dalam penyampaikan perintah.
-
Kekuatan
pimpinan dalam memberi sanksi.
-
Kepercayaan
bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
-
Tingkat kredibilitas
pesan yang diterima bawahan.
b.
Berkaitan
dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian
peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk
dilaksanakan.
3.
Fungsi Persuasif
Dalam
mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa
hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak
pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi
perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan
akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering
memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4.
Fungsi Integratif
Setiap
organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat
dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi
formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter,
buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal
seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan
olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan
menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan
terhadap organisasi.
G.
Memahami Komunikasi dalam Organisas
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan
pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu
organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan
gagasan. Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan
mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran
manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam
organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan
kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang
yang tepat untuk diajak kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang
efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
H.
Gaya
Komunikasi.
Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai
seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam
suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that
are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan
perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan
tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya
komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan
harapan dari penerima (receiver).
1.
The Controlling style
Gaya komunikasi
yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau
maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan
orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal
dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang
memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan
perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap
pesan. Mereka tidak
mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka
tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika
umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi
mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan
negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan
untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag
berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar
dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa
yang dilakukannya. The controlling style of communication ini
sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara
efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya
komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif
sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif
pula.
2.
The Equalitarian style
Aspek
penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The
equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus
penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua
arah (two-way traffic of communication).
Dalam
gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya,
setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam
suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian,
memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian
bersama.
Orang-orang
yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang
yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan
yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup
hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak
komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan
kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu
permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin
berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di antara para anggota dalam
suatu organisasi
3.
The Structuring style
Gaya komunikasi
yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun
lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan
pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih
memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan
berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur
yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan
Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University,
menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama
Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons
menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah
orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan
tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
5.
The Dynamic style
Gaya komunikasi
yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau
sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan
(action-oriented). The dynamic style of communication ini sering
dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga
(salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama
gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang
pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya
komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai
kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
6.
The Relinguishing style
Gaya komunikasi
ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan
orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan
(sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan
dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang
bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti
serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang
dibebankannya.
7.
The Withdrawal style
Akibat yang
muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya
tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi
dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi
yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang
kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan
dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba
melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu
keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena
itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Komentar
Posting Komentar