Ronde Keperawatan

LAPORAN PENDAHULUAN
RONDE KEPERAWATAN


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Stase Manajemen Keperawatan



Oleh :
SRI HERMAWATI
NIM. 4012170026


 














STIKES BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2017



A.      Pengertian Ronde Keperawatan
Beberapa ahli mengungkapkan pengertian dari ronde keperawatan. Chambliss (1996), ronde keperawatan adalah pertemuan antara staff yang usai kerja melaporkan pada staf yang mulai kerja tentang kondisi pasien, dengan staf menjelaskan apa yang telah dilakukan dan mengapa dilakukan yang membawa setiap kasus ke dalam kerangka kerja berfikir staf, dan secara sistematis menegakkan kemampuan sistem untuk menangani masalah medis.
Didalam ronde keperawatan terjadi proses interaksi antara perawat dengan perawat, perawat dengan pasien. Kozier et al. (2004) menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan keperawatan dan memberikan kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan masalah keperawatannya serta mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diterima pasien.
Ronde keperawatan merupakan proses interaksi antara pengajar dan perawat atau siswa perawat dimana terjadi proses pembelajaran. Ronde keperawatan dilakukan oleh teacher nurse atau head nursdengan anggota stafnya atau siswa untuk pemahaman yang jelas tentang penyakit dan efek perawatan untuk setiap pasien (Clement, 2011).
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan untuk mengatasi keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat dengan melibatkan pasien untuk membahas & melaksanakan asuhan keperawatan, yang dilakukan oleh Perawat Primer dan atau konsuler, kepala ruang, dan Perawat pelaksana, serta melibatkan seluruh anggota tim.
Ronde keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis ke dalam peraktik keperawatan secara langsung.
B.       Karakteristik ronde keperawatan
Ronde keperawatan mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut ini:
1.      Klien dilibatkan secara langsung
2.      Klien merupakan fokus kegiatan
3.      Perawat aosiaet, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi bersama
4.      Kosuler memfasilitasi kreatifitas
5.      Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiet, perawat
6.      Primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.
C.       Tujuan Ronde Keperawatan
Tujuan dari pelaksanaan ronde keperawatan terbagi menjadi 2 yaitu: tujuan bagi perawat dan tujuan bagi pasien. Tujuan ronde keperawatan bagi perawat menurut Armola et al. (2010) adalah:
1.    Melihat kemampuan staf dalam managemen pasien
2.    Mendukung pengembangan profesional dan peluang pertumbuhan
3.    Meningkatkan pengetahuan perawat dengan menyajikan dalam format studi kasus
4.    Menyediakan kesempatan pada staf perawat untuk belajar meningkatkan penilaian keterampilan klinis
5.    Membangun kerjasama dan rasa hormat, serta
6.    Meningkatkan retensi perawat berpengalaman dan mempromosikan kebanggaan dalam profesi keperawatan
Ronde keperawatan selain berguna bagi perawat juga berguna bagi pasien. Hal ini dijelaskan oleh Clement (2011) mengenai tujuan pelaksanaan ronde keperawatan bagi pasien, yaitu:
1.    Untuk mengamati kondisi fisik dan mental pasien dan kemajuan hari ke hari
2.    Untuk mengamati pekerjaan staff
3.    Untuk membuat pengamatan khusus bagi pasien dan memberikan laporan kepada dokter mengenai, missal: luka,drainasi, perdarahan, dsb.
4.    Untuk memperkenalkan pasien ke petugas dan sebaliknya
5.    Untuk melaksanakan rencana yang dibuat untuk perawatan pasien
6.    Untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan kepuasan pasien
7.    Untuk memastikan bahwa langkah-langkah keamanan yang diberikan kepada pasien
8.    Untuk memeriksakan kondisi pasien sehingga dapat dicegah, seperti ulcus decubitus, foot drop, dsb
9.    Untuk membandingkan manifestasi klinis penyakit pada pasien sehingga perawat memperoleh wawasan yang lebih baik
10.     Untuk memodifikasi tindakan keperawatan yang diberikan
D.      Manfaat Ronde Keperawatan
Banyak manfaat dengan dilakukannya ronde keperawatan oleh perawat, diantaranya:
1.      Ronde keperawatan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pada perawat. Clement (2011) menyebutkan manfaat ronde keperawatan adalah membantu mengembangkan keterampilan keperawatan, selain itu menurut Wolak et al. (2008) denga adanya ronede keperawatan akan menguji pengetahuan perawat. Peningkatan ini bukan hanya keterampilan dan pengetahuan keperawatan saja, tetapi juga peningkatan secara menyeluruh. Hal ini dijelaskan oleh Wolak et al. (2008) peninkatan kemampuan perawat bukan hanya keterampilan keperawatan tetapi juga memberikan kesempatan pada perawat untuk tumbuh dan berkembang secara profisonal.
2.      Melalui kegiatan ronde keperwatan, perawat dapat mengevaluasi kegiatan yang telah diberikan pada pasien berhasil atau tidak. Clement (2011) melalui ronde keperawatan, evaluasi kegiatan,rintangan yang dihadapi oelh perawat atau keberhasilan dalam asuhan keperawatan dapat dinilai. Hal ini juga ditegaskan oleh O’connor (2006) pasien sebagai alat untuk menggambarkan parameter penilaian atau teknik intervensi.
3.      Ronde keperawatan merupakan sarana belajar bagi perawat dan mahasiswa perawat. Ronde keperawatan merupakan studi percontohan yang menyediakan sarana untuk menilai pelaksanaan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Wolak et al, 2008). Sedangkan bagi mahasiswa perawat dengan ronde keperawatan akan mendapat pengalaman secara nyata dilapangan (Clement, 2011)
4.      Manfaat ronde keperawatan yang lain adalah membanu mengorientasikan perawat baru pada pasien. Banyak perawat yang baru masuk tidak mengetahui mengenai pasien yang dirawat di ruangan. Dengan ronde keperawatan hal ini bisa dicegah, ronde keperwatan membantu mengorientasikan perawat baru pada pasien (Clement, 2011).
5.      Ronde keperawatan juga meningkatkan kepuasan pasien. Penelitian Febriana (2009) ronde keperwatan meningkatkan kepuasan pasien lima kali dibanding tidak lakukan ronde keperawatan. Chaboyer et al. (2009) dengan tindakan ronde keperawatan menurunkan angka insiden pada pasien yang dirawat.  
E.       Tipe-tipe Ronde
Berbagai macam tipe ronde keperawatan dikenal dalam studi kepustakaan. Diantaranya adalah menurut Close dan Castledine (2005) ada empat tipe ronde yaitu matrons’ rounds,  nurse management rounds,  patient comfort rounds dan teaching nurse.
1.         Matron nurse menurut Close dan Castledine (2005) seorang perawat berkeliling ke ruangan-ruangan, menanyakan kondisi pasien sesuai jadwal rondenya. Yang dilakukan perawat ronde ini adalah memeriksa standart pelayanan, kebersihan dan kerapihan, dan menilai penampilan dan kemajuan perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien. 
2.         Nurse management rounds menurut Close dan Castledine (2005) ronde ini adalah ronde manajerial yang melihat pada rencana pengobatan dan implementasi pada sekelompok pasien. Untuk melihat prioritas tindakan yang telah dilakukan serta melibatkan pasien dan keluarga pada proses interaksi. Pada ronde ini tidak terjadi proses pembelajaran antara perawat danhead nurse.
3.         Patient comport nurse menurut Close dan Castledine (2005) ronde disini berfokus pada kebutuhan utama yang diperlukan pasien di rumah sakit.  Fungsi perawat dalam ronde ini adalah memenuhi semua kebutuhan pasien. Misalnya ketika ronde dilakukan dimalam hari, perawat menyiapkan tempat tidur untuk pasien tidur.
4.         Teaching rounds menurut Close dan Castledine (2005) dilakukan antara teacher nurse dengan perawat atau mahasiswa perawat, dimana terjadi proses pembelajaran. Teknik ronde ini biasa dilakukan oleh perawat atau mahasiswa perawat. Dengan pembelajaran langsung. Perawat atau mahasiswa dapat langsung mengaplikasikan ilmu yang didapat langsung pada pasien.

Daniel (2004) walking round yang terdiri dari nursing round, physician-nurse rounds atau interdisciplinary roundsNursing roundsadalah ronde yang dilakukan antara perawat dengan perawat.Physician-nurse adalah ronde pada pasien yang dilakukan oleh dokter dengan perawat, sedangkan interdisciplinary rounds adalah ronde pada pasien yang dilakukan oleh berbagai macam tenaga kesehatan meliputi dokter, perawat, ahli gizi serta fisioterapi, dsb.
F.        Tahapan Ronde Keperawatan
Ramani (2003), tahapan ronde keperawatan adalah :
1.         Pre-rounds, meliputi: preparation (persiapan), planning (perencanaan), orientation (orientasi). 
2.         Rounds, meliputi: introduction (pendahuluan), interaction (interaksi),  observation  (pengamatan), instruction  (pengajaran), summarizing (kesimpulan).
3.         Post-rounds, meliputi: debriefing (tanya jawab), feedback (saran), reflection (refleksi), preparation (persiapan). 
Langkah-langkah Ronde Keperawatan adalah sebagai berikut:
1.      Persiapan
a.         Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
b.         Pemberian inform consent kepada klien/ keluarga.

2.      Pelaksanaan
a.         Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan danrencana tindakan yang akan/ telah dilaksanakan danmemilih prioritas yang perlu didiskusikan.
b.         Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut.
c.         Pemberian justifikasi oleh perawat primer/ perawat konselor/ kepala ruangan tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.
d.        Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan ditetapkan.
3.      Pasca Ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.
4.      Kriteria Evaluasi
Kriteria evaluasi pada pelaksanaan ronde keperawatan adalah sebagai berikut.
a.         Struktur
1)   Persyaratan administratif (informed consent, alat dan lainnya).
2)   Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan.
3)   Persiapan dilakukan sebelumnya.

b.         Proses
1)        Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
2)        Seluruh perserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah ditentukan.
c.         Hasil
1)        Klien merasa puas dengan hasil pelayanan.
2)        Masalah klien dapat teratasi.
3)        Perawat dapat :
·         Menumbuhkan cara berpikir yang kritis.
·         Meningkatkan cara berpikir yang sistematis.
·         Meningkatkan kemampuan validitas data klien.
·         Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
·         Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada masalah klien.
·         Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
·         Meningkatkan kemampuan justifikasi.
·         Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.
G.      Hal Yang Dipersiapkan Dalam Ronde Keperawatan
Supaya ronde keperawatan yang dilakukan berhasil, maka bisa dilakukan persiapan sebagai berikut:
1.         Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah yang langka).
2.         Menentukan tim ronde keperawatan.
3.         Mencari sumber atau literatur.
4.         Membuat proposal.
5.         Mempersiapkan klien : informed consent dan pengkajian.
6.         Diskusi : apa diagnosis keperawatan ?; Apa data yang mendukung ?; Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?; Apa hambatan yang ditemukan selama perawatan?
H.      Komponen Terlibat Dalam Ronde Keperawatan
Komponen yang terlibat dalam kegiatan ronde keperawatan ini adalah perawat primer dan perawat konselor, kepala ruangan, perawat associate, yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan lainnya.
1.         Peran Ketua Tim dan Anggota Tim
a.    Menjelaskan keadaan dan data demografi klien.
b.    Menjelaskan masalah keperawata utama.
c.    Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan.
d.   Menjelaskan tindakan selanjutnya.
e.    Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.
2.         Peran Ketua Tim Lain dan/Konselor
a.       Perawat primer (ketua tim) dan perawat asosiet (anggota tim)
Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah peranan yang bisa untuk memaksimalkan keberhasilan yang bisa disebutkan antara lain :
1)   Menjelaskan keadaan dan adta demografi klien
2)   Menjelaskan masalah keperawatan utama
3)   Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan
4)   Menjelaskan tindakan selanjtunya
5)   Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil
b.      Peran perawat primer (ketua tim) lain dan atau konsuler
1)   Memberikan justifikasi
2)   Memberikan reinforcement
3)   Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan yang rasional
4)   Mengarahkan dan koreksi
5)   Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari
Selain perawat, pasien juga dilibatkan dalam kegiatan ronde keperawatan ini untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan.
Kriteria Pasien
Pasien yang dipilih untuk yang dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang memiliki kriteria sebagai berikut :
·         Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan tindakan keperawatan
·         Pasien dengan kasus baru atau langka.



LAPORAN PENDAHULUAN
ANALISIS SWOT


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Stase Manajemen Keperawatan



Oleh :
SRI HERMAWATI
NIM. 4012170026













STIKES BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI PROFESI ILMU KEPERAWATAN
2017
A.    Pengertian
Rencana strategis mempersiapkan arah rencana jangka panjang yang berkembang atas dasar 3 landasan, yaitu:
1.      Kepentingan sosio-ekonomik organisasi
2.      Nilai-nilai dan filosofi dari manajer puncak
3.      Penilaian mengenai kekuatan maupun kelemahan dalam lingkungan internal dan eksternal organisasi. Disinilah letaknya analisis SWOT
SWOT singkatan dari Strength, Weakness, Opportunity dan Threats; atau Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Ancaman. Analisis SWOT berupaya menentukan metoda untuk memanfaatkan secara maksimal semua kekuatan yang ada serta peluang-peluang yang terbuka, sekaligus meminimalkan semua kelemahan dan ancaman yang dihadapi. Analisis SWOT dilandasi oleh suatu logika bahwa keberhasilan suatu usaha/organisasi ditentukan oleh kondisi internal dan eksternal usaha/organisasi yang bersangkutan. Analisis SWOT (SWOT Analysis) merupakan metode perencanaan strategis yang dapat digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor Kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) yang mungkin dihadapi dalam mencapai tujuan kegiatan usaha dalam skala yang lebih luas.  Untuk keperluan tersebut diperlukan kajian mengenai aspek-aspek lingkungan usaha , baik yang berasal dari lingkungan internal maupun lingkungan eskternal yang mempengaruhi strategi “pengelola usaha” untuk mencapai tujuan usahanya. Analisis SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan / pengembangan usaha. Dalam proses perencanaan / pengembangan usahanya, dibutuhkan penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang mempengaruhi proses pencapaian tujuan usaha tersebut. Dengan analisis SWOT dapat diketahui karakteristik dari kekuatan utama, kekuatan tambahan, faktor netral, kelemahan utama dan kelemahan tambahan, berdasarkan analisis lingkungan-usaha internal dan eksternal.  Potensi suatu “usaha” untuk dapat berkembang dipengaruhi oleh : bagaimana “usaha” dapat memanfaatkan pengaruh luar sebagai kekuatan tambahan, dan pengaruh lokal dari dalam yang dapat lebih dimaksimalkan.
B.     SWOT
1.      Strengths (faktor kekuatan)
Kekuatan internal organisasi menyangkut situasi dan kondisi, yaitu potensi yang dimiliki, seperti:
a.       Cita-cita, kebijakan
b.      Tugas pokok, fungsi dan sasaran
c.       Filosofi dan tata nilai
d.      Jumlah personel, keterampilan dan pengalaman
e.       Tingkat kesetiakawanan personel
f.       Teknologi yang dimiliki
2.      Weaknesses (faktor kelemahan)
Berbagai kondisi internal yang melemahkan atau kurang kondusifnya upaya mengejar visi/misi organisasi, seperti:
a.       Buruknya birokrasi organisasi
b.      Lemahnya disiplin pegawai
c.       Adanya jabatan rangkap
d.      Rendahnya kesejahteraan pegawai
e.       Lemahnya etos kerja
f.       Lemahnya infrastruktur
3.      Opportunities (faktor peluang)
Merupakan faktor eksternal yaitu tersedia pada lingkungan yang harus dimanfaatkan oleh organisasi, seperti
a.      Ketersediaan sumber tenaga kerja
b.      Kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hokum
c.       Kesadaran politik masyarakat
d.      Jaminan keamanan
Peluang dapat dikatagorikan dalam tiga tingkatan :
a.      Low, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang kecil dan peluang pencapaiannya juga kecil
b.      Moderate : jika memiliki daya tarik dan manfaat yang besar namun peluang pencapaian kecil atau sebaliknya.
c.       Best, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang tinggi serta peluang tercapainya juga besar.
4.      Threats (faktor ancaman)
Ancaman adalah segala sesuatu yang terjadi akibat kecenderungan perkembangan (persaingan) dan tidak dapat dihindari.  Ancaman juga dapat dilihat dari tingkat keparahan pengaruhnya (seriousness) dan kemungkinan terjadinya (probability of occurence).  Ancaman dapat dikatagorikan :
1.      Ancaman utama (major threats), adalah ancaman yang kemungkinan terjadinya tinggi dan dampaknya besar. Untuk ancaman utama ini, diperlukan beberapa contingency planning yang harus dilakukan institusi untuk mengantisipasi.
2.      Ancaman tidak-utama (minor threats), adalah ancaman yang dampaknya kecil dan kemungkinan terjadinya kecil
3.      Ancaman moderat, berupa kombinasi tingkat keparahan yang tinggi namun kemungkinan terjadinya rendah dan sebaliknya
Matriks SWOT

S (Strength)
Tentukan faktor2 kekuatan internal
W (Weakness)
Tentukan faktor2 kelemahan internal
O (Opportunity)
Tentukan faktor2 peluang eksternal
Strategi SO: Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi WO: Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
T (Threat)
Tentukan faktor2 ancaman eksternal
Strategi ST: Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi WT: Ciptakan strategi yang meminimalkan kelamahan dan menghindari ancaman

Analisis SWOT
sd internal
peningkatan kerja
sd eksternal
kekuatan (strengths)
1.
2.
kelemahan (weaknesses)
1.
2.
peluang (opportunities)
1.
2.
strategi so: mengandung berbagai alternatif strategi yg bersifat memanfaatkan peluang dgn mendaya gunakan keluaran/ kelebihan yg diminta perusahaan
strategi wo:
bersifat memanfaatkan peluang eksternal untuk mengatasi kelemahan perusahaan
tantangan (threats)
1.
2.
strategi st:
katagori alternatif strategi yg memanfaatkan atau mendayagunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
strategi wt:
katagori alternatif strategi sbg solusi dari assessment atas kelemahan perusahaan dan ancaman yg dihadapi atau usaha menghindari ancaman utk mengatasi kelemahan perusahaan
C.     Langkah-langkah SWOT
Dalam penyusunan SWOT terdapat empat langkah utama :
1.      Mengidentifikasi strategi yang telah ada sebelumnya. Strategi ini mungkin tidak disusun berdasarkan kebutuhan “usaha” menghadapi gejala perubahan lingkungan eskternal yang ada, melainkan merupakan strategi “warisan” yang telah ada sejak lama.
2.      Mengidentifikasi perubahan-perubahan lingkungan yang dihadapi oleh “usaha” dan masih mungkin terjadi di masa mendatang.
3.      Membuat cross tabulation antara strategi yang ada saat ini dengan perubahan lingkungan-usaha yang ada.
4.      Menentukan katagorisasi kekuatan dan kelemahan berdasarkan penilaian apakah strategi yang saat ini ada masih sesuai dengan perubahan lingkungan-bisnis di masa mendatang : Jika masih sesuai strategi tersebut menjadi kekuatan/peluang; kalau sudah tidak sesuai , maka strategi itu merupakan kelemahan.
D.    Strategi
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi suatu aktivitas dalam kurun waktu tertentu.  Dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Strategi dibedakan dengan “taktik”. Lazimnya  “taktik” memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang lebih singkat, walaupun seringkali orang mencampur-adukkan ke dua kata tersebut.
Ada empat  tingkatan Strategi
1.      Enterprise Strategy. Strategi ini berkaitan dengan respons masyarakat.  Dalam strategi enterprise terlihat relasi antara organisasi dan masyarakat luar, sejauh interaksi itu akan dilakukan sehingga dapat menguntungkan organisasi. Strategi itu juga menampakkan bahwa organisasi sungguh-sungguh bekerja dan berusaha untuk memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
2.      Strategi Korporat. Strategi ini berkaitan dengan misi organisasi, sehingga sering disebut Grand Strategy yang meliputi bidang yang digeluti oleh suatu organisasi.
3.      Strategi Bisnis. Strategi pada tingkat ini menjabarkan bagaimana merebut pasar di tengah masyarakat. Bagaimana menempatkan organisasi di hati para penguasa, para donor dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan stratejik yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik.
4.      Strategi Fungsional.  Strategi ini merupakan strategi pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. Strategi fungsional dibagi menjadi 3 :
a.       Strategi  fungtional ekonomi, yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penelitian dan pengembangan.
b.      Strategi fungtional manajemen, mencakup fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing, implementating, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, decision making, representing, dan integrating.
c.       Strategi isu stratejik, fungsi utamanya ialah mengontrol lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah.
Jenis-jenis strategi :
1.      Strategi Integrasi. Integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal, semuanya disebut sebagai integrasi vertikal. Strategi integrasi vertikal memungkinkan perusahaan dapat mengendalikan para distributor, pemasok, dan / atau pesaing.
2.      Strategi Intensif. Penetrasi pasar, dan pengembangan produk kadang disebut sebagai strategi intensif karena semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan dengan produk yang ada hendak ditingkatkan.
3.      Strategi Diversifikasi. Ada tiga jenis strategi diversifikasi, yaitu diversifikasi konsentrik, horizontal, dan konglomerat. Menambah produk atau jasa baru, namun masih terkait biasanya disebut diversifikasi konsentrik. Menambah produk atau jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada disebut diversifikasi horizontal. Menambah produk atau jasa baru yang tidak seperti di atas, disebut diversifikasi konglomerat.
4.      Strategi Defensif. Organisasi juga dapat menjalankan strategi rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi. Rasionalisasi Biaya, terjadi ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya dan aset untuk meningkatkan kinerja yang sedang menurun.  Divestasi adalah menjual suatu divisi atau bagian dari organisasi. Divestasi sering digunakan untuk meningkatkan modal yang selanjutnya akan digunakan untuk akusisi atau investasi strategis lebih lanjut.
Likuidasi adalah menjual semua aset sebuah perusahaan secara bertahap sesuai nilai nyata aset tersebut. Likuidasi merupakan pengakuan kekalahan dan akibatnya bisa merupakan strategi yang secara emosional sulit dilakukan. Namun, barangkali lebih baik berhenti beroperasi daripada terus menderita kerugian dalam jumlah besar.
5.      Strategi Umum Michael Porter.  Menurut Porter, ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memperoleh keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Porter menamakan ketiganya strategi umum.
E.     menentukan strategi berdasarkan analisis SWOT
Setelah hasil analisis SWOT dilakukan yang menghasilkan  faktor-faktor internal (Kekuatan / Strengths dan Kelamahan / Weaknesses ) dan eksternal ( Peluang / Opportunities dan Ancaman / Threats ), hasil tersebut digunakan untuk menentukan strategi-strategi, yaitu:
1.      Startegi SO dengan mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan kekuatan (S) untuk mengambil manfaat dari peluang (O) yang ada.
2.      Strategi WO yaitu mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan peluang (O) untuk mengatasi kelemahan (W) yang ada.
3.      Strategi ST yaitu dengan mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkana kekuatan (S) untuk menghindari ancaman (T)
4.      Strategi WT yaitu dengan mengembangkan suatu strategi dalam mengurangi kelemahan (W) dan menghindari ancaman (T).
faktor-faktor
internal
faktor-faktor
eksternal
(S)
(          Strengths/
Kekuatan.

(W)
Weaknesses / Kelemahan
(O)
Opportunities/ Peluang

Strategi SO:
mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan kekuatan (S) untuk mengambil manfaat dari peluang (O) yang ada.

Strategi WO:
mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkan peluang (O) untuk mengatasi kelemahan (W) yang ada.
(T)
Threats/Ancaman

Strategi ST:
mengembangkan suatu strategi dalam memanfaatkana kekuatan (S) untuk menghindari ancaman (T).

Strategi SO:
mengembangkan suatu strategi dalam mengurangi kelemahan (W) dan menghindari ancaman (T).


F.      Metode Survei untuk Analisis SWOT
Untuk mendapatkan informasi dari berbagai narasumber melalui analisis SWOT di atas digunakan metode survey dengan frame sample pihak-pihak (stakeholders) yang bias memberikan penilaian aspek internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja suatu institusi atau lembaga. Untuk itu, dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk mendapatkan gambaran awal dari peta permasalahan yang dihadapi oleh “usaha” atau “institusi”. FGD harus dilakukan dengan komprehensif artinya melibatkan seluruh stakeholders sehingga peta permasalhaan yang terbentuk telah mewakili seluruh kepentingan stakeholders. Karena sifatnya yang bersumber dari informasi kualitatif , maka pemilihan peserta (nara sumber) yang credible sangat mempengaruhi hasil akhir dari FGD sehingga harus dilakukan dengan beberapa kualifikasi khusus.
2.      Pembuatan kuesioner SWOT berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan dalam FGD.  Secara umum kuesioner ini memiliki katagorisasi penilaian sebagai berkut:
a.       Penilaian faktor internal dan eksternal. Responden memberikan preferensi opininya terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dari “usaha” atau institusi pada saat ini dan perkiraan di masa mendatang.
b.      Penilaian urgensi. Responden diminta untuk menilai tingkat urgensi faktor tersebut untuk ditangani. Penilaian ini berhubungan dengan skala prioritas dalam menyelesaikan persoalan-persoalan pembangunan yang tercermin melalui faktor-faktor yang dinilai.
Setelah kuesioner terisi dan terkumpul semua, penilaian faktor dilakukan dengan meranking bobot penilaian pada ”penilaian responden” yang memiliki nilai maksimal 6 dan minimal 1.  Faktor-faktor yang memiliki nilai di atas median (atau rata-rata dilihat dari persebaran distribusi probabilitasnya) disebut dengan ”kekuatan” pada analisis internal dan disebut ”peluang” pada analisis eskternal.  Sebaliknya faktor-faktor yang memiliki nilai penilaian di bawah median disebut dengan ”kelemahan” pada analisis internal dan disebut ”ancaman” pada analisis eksternal.
Suatu kuadran faktor pembangunan dapat dibentuk, yaitu suatu blok yang menjelaskan posisi dari kombinasi faktor internal dan eksternal pembangunan, dengan kombinasi :
a.       Kekuatan-peluang (S-O),
b.      Kekuatan-ancaman (S-T),
c.       Kelemahan-peluang (W-O) dan
d.      Kelemahan-ancaman (W-T).
Sebelum menentukan kuadran, harus dilihat terlebih dahulu uji konsistensi dari pengolahan kuesioner SWOT.  Uji konsistensi pengisian kuesioner mensyaratkan dua asumsi utama, yaitu :
a.       Untuk Prioritas, rata-rata nilai prioritas seluruh faktor dominan (S/O) > faktor non-dominan (W/T)
b.      Untuk Urgensi, rata-rata nilai urgensi faktor non-dominan (W/T) > faktor dominan (S/O)

Menjumlahkan seluruh bobot prioritas dan urgensi sehingga di dapatkan kombinasi nilai dari faktor internal dan eksternal.
G.    Pendekatan dalam analisis SWOT
1.      Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT
Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitaif melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson (1998) agar diketahui secara pasti posisi “usaha” atau institusi yang sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
a.       Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor setta jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T;
Menghitung skor :
1)      Masing-masing point faktor dilakukan secara saling bebas (penilaian terhadap sebuah point faktor tidak boleh dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap point faktor lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat menentukan akurasi penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1 sampai 10, dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10 berarti skor yang peling tinggi.
2)      Perhitungan bobot (b) masing-masing faktor dilaksanakan secara saling ketergantungan.  Penilaian terhadap satu faktor dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan faktor lainnya. Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai yang telah didapat (rentang nilainya sama dengan banyaknya point faktor) dibagi dengan banyaknya jumlah point faktor).
3)      Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d) dan faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y
4)      Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran SWOT.
2.      Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan Kelamahan).  Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemua antara faktor-faktor internal dan eksternal.
3.      Analisis kuadran dalam SWOT
Keterangan :
a.       Kuadran I (positif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah “usaha” atau organisasi yang kuat dan berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah “Progresif”, artinya usaha atau organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat mungkin untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.
b.      Kuadran II (positif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenya, organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.
c.       Kuadran III (negatif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
d.      Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.



DAFTAR PUSTAKA


LAPORAN PENDAHULUAN
PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Stase Manajemen Keperawatan



Oleh :
SRI HERMAWATI
NIM. 4012170026

















STIKES BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2017

MANAJEMEN KEPERAWATAN

 


PENDAHULUAN

Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit. Hal ini terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan  selama 24 jam kepada pasien yang membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya yang hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan perlu  ditingkatkan  kualitasnya   secara  terus-menerus  dan  berkesinambungan sehingga pelayanan rumah sakit  akan meningkat juga seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.

Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan  oleh manajer/ pengelola keperawatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat.

Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses, peran, fungsi manajemen pelayanan keperawatan dan prinsip-prinsip yang mendasari, sehingga dapat menggambarkan bagaimana manajemen keperawatan seharusnya dilaksanakan.


BAB II
KONSEP TEORITIS PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN


A.    Pengertian Manajemen Keperawatan.
Manajemen didefenisikan secara umum sebagai upaya-upaya yang dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan melalui orang lain. Dalam manajemen pertama-tama perlu diketahui dengan jelas apa tujuan yang akan dicapai. Selanjutnya bagaimana upaya yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut dengan melibatkan sekelompok orang dalam suatu organisasi.

Menurut Gillies (1994) manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui upaya anggota staf keperawatan untuk memberikan  pelayanan keperawatan,  pengobatan dan bantuan terhadap para pasien, dan tugas manajer keperawatan adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin serta mengontrol keuangan, material, dan sumber daya manusia yang ada untuk memberikan pelayanan keperawatan seefektif mungkin bagi setiap kelompok pasien dan keluarga mereka.

Schein (2008: 2) memberi definisi manajemen sebagai profesi. Menurutnya manajemen merupakan suatu profesi yang dituntut untuk bekerja secara profesional, karakteristiknya adalah para profesional membuat keputusan berdsarkan prinsip-prinsip umum, para profesional mendapatkan status mereka karena mereka mencapai standar prestasi kerja tertentu, dan para profesional harus ditentukan suatu kode etik yang kuat.

Dari beberapa definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang melakukannya disebut manajer. Manajemen dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan, menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Manajemen terdiri dari berbagai unsur, yakni man, money, method, machine, market, material dan information.

B.     Proses Manajemen Keperawatan.
Henry Fayol mengungkapkan ada lima fungsi manajemen yang meliputi: Planning, Organization, Command, Coordination, dan Control. Konsep Fayol tersebut dimodifikasi oleh Luther Gullick (Marquis & Huston, 2000) dalam bentuk tujuh aktivitas manajemen yang meliputi: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting. Marquis dan Huston merangkum konsep yang dikemukakan oleh Fayol dan Gullick dengan mengungkapkan bahwa proses manajemen keperawatan terdiri dari planning, organizing, staffing, directing, dan controlling  yang membentuk suatu sklus proses manajemen seperti yang tersaji dalam skema dibawah ini:

PROSES MANAJEMEN








      Sumber: Gillies, D. A., (1994), Nursing management  : A system approach,
    Third edition, Philadelphia: WB. Saunders Company.

Proses manajemen keperawatan dapat juga dilihat dari pendekatan sistem, yaitu sebagai sistem terbuka dimana masing-masing komponen saling berhubungan dan berinteraksi serta dipengaruhi oleh lingkungan. Karena merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari lima elemen utama yaitu input, process, outputcontrol dan mekanisme umpan balik (Feed back).

Input dari proses manajemen keperawatan antara lain informasi, personil, peralatan dan fasilitas. Process dalam manajemen keperawatan adalah kelompok manajer dari tingkat pengelola keperawatan tertinggi sampai keperawat pelaksana yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Output adalah kualitas dari asuhan pelayanan keperawatan, pengembangan staf dan riset.

Control yang digunakan dalam proses manajemen keperawatan termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan kerja perawat, prosedur standar dan akreditasi. Mekanisme umpan balik (Feed back) berupa laporan finansial, audit keperawatan, survey kendali mutu dan penampilan kerja perawat.

C.    Peran dan Fungsi Manajemen Keperawatan
Menurut Terry (2010: 9), fungsi manajemen dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengawasan)
  1. Planning (Perencanaan)
a.    Pengertian
Planning (perencanaan) ialah penetapan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk dalam pemilihan alternatif-alternatif keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang.

Pada proses perencanaan, menentukan misi, visi, tujuan, kebijakan, prosedur, dan peraturan-peraturan dalam pelayanan keperawatan, kemudian membuat perkiraan proyeksi jangka pendek dan jangka panjang serta menentukan jumlah biaya dan mengatur adanya perubahan berencana.

b.    Proses Perencanaan
Proses perencanaan berisi langkah-langkah:
1)   Menentukan tujuan perencanaan;
2)   Menentukan tindakan untuk mencapai tujuan;
3)   Mengembangkan dasar pemikiran kondisi mendatang;
4)   Mengidentifikasi cara untuk mencapai tujuan; dan
5)   Mengimplementasi rencana tindakan dan mengevaluasi hasilnya.

c.       Elemen Perencanaan
Perencanaan terdiri atas dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana (plan).
1)   Sasaran yaitu hal yang ingin dicapai oleh individu, kelompok, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan.
2)   Rencana adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwal, dan tindakan-tindakan penting lainnya. Rencana dibagi berdasarkan cakupan, jangka waktu, kekhususan, dan frekuensi penggunaanya.

d.      Unsur-unsur Perencanaan
Suatu perencanaan yang baik harus menjawab enam pertanyaan yang tercakup dalam unsur-unsur perencanaan yaitu:
1)   tindakan apa yang harus dikerjakan, yaitu mengidentifikasi segala sesuatu yang akan dilakukan;
2)   apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan, yaitu merumuskan faktor-faktor penyebab dalam melakukan tindakan;
3)   tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan tempat atau lokasi;
4)   kapan tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan waktu pelaksanaan tindakan;
5)   siapa yang akan melakukan tindakan tersebut, yaitu menentukan pelaku yang akan melakukan tindakan; dan
6)   bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut, yaitu menentukan metode pelaksanaan tindakan.


e.       Klasifikasi perencanaan
Rencana-rencana dapat diklasifikasikan menjadi:
1)   rencana pengembangan. Rencana-rencana tersebut menunjukkan arah (secara grafis) tujuan dari lembaga atau perusahaan;
2)   rencana laba. Jenis rencana ini biasanya difokuskan kepada laba per produk atau sekelompok produk yang diarahkan oleh manajer. Maka seluruh rencana berusaha menekan pengeluaran supaya dapat mencapai laba secara maksimal;
3)   rencana pemakai. Rencana tersebut dapat menjawab pertanyaan sekitar cara memasarkan suatu produk tertentu atau memasuki pasaran dengan cara yang lebih baik; dan
4)   rencana anggota-anggota manajemen. Rencana yang dirumuskan untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan anggota-anggota manajemen menjadi lebih unggul (Terry, 1993: 60).

f.       Tipe-tipe Perencanaan
Tipe-tipe perencanaan terinci sebagai berikut:
1)   perencanaan jangka panjang (Short Range Plans), jangka waktu 5 tahun atau lebih;
2)   perencanaan jangka pendek (Long Range Plans), jangka waktu 1 s/d 2 tahun;
3)   perencanaan strategi, yaitu kebutuhan jangka panjang dan menentukan komprehensif yang telah diarahkan;
4)   perencanaan operasional, kebutuhan apa saja yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan perencanaan strategi untuk mencapai tujuan strategi tersebut;
5)   perencanaan tetap, digunakan untuk kegiatan yang terjadi berulang kali (terus-menerus); dan
6)   perencanaan sekali pakai, digunakan hanya sekali untuk situasi yang unik.

g.      Dasar-dasar Perencanaan yang Baik
Dasar-dasar perencanaan yang baik meliputi:
1)   forecasting, proses pembuatan asumsi-asumsi tentang apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang;
2)   penggunaan skenario, meliputi penentuan beberapa alternatif skenario masa yang akan datang atau peristiwa yang mungkin terjadi;
3)   benchmarking, perbandingan eksternal untuk mengevaluasi secara lebih baik suatu arus kinerja dan menentukan kemungkinan tindakan yang dilakukan untuk masa yang akan datang;
4)   partisipan dan keterlibatan, perencanaan semua orang yang mungkin akan mempengaruhi hasil dari perencanaan dan atau akan membantu mengimplementasikan perencanaanperencanaan tersebut; dan
5)   penggunaan staf perencana, bertanggung jawab dalam mengarahkan dan mengkoordinasi sistem perencanaan untuk organisasi secara keseluruhan atau untuk salah satu komponen perencanaan yang utama.

h.      Tujuan Perencanaan
1.      untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan non-manajerial;
2.      untuk mengurangi ketidakpastian;
3.      untuk meminimalisasi pemborosan; dan
4.      untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya.
i.        Sifat Rencana yang Baik
Rencana dikatakan baik jika memiliki sifat sifat-sifat sebagai berikut:
1)        pemakaian kata-kata yang sederhana dan jelas;
2)        fleksibel, suatu rencana harus dapat menyesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya;
3)        stabilitas, setiap rencana tidak setiap kali mengalami perubahan, sehingga harus dijaga stabilitasnya;
4)        ada dalam pertimbangan; dan
5)        meliputi seluruh tindakan yang dibutuhkan, meliputi fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi.

  1. Organizing.
a.    Pengertian
Organizing adalah proses dalam memastikan kebutuhan manusia dan fisik setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan yang berhubungan dengan organisasi. Organizing juga meliputi penugasan setiap aktifitas, membagi pekerjaan ke dalam setiap tugas yang spesifik, dan menentukan siapa yang memiliki hak untuk mengerjakan beberapa tugas.
Aspek utama lain dari organizing adalah pengelompokan kegiatan ke departemen atau beberapa subdivisi lainnya. Misalnya kepegawaian, untuk memastikan bahwa sumber daya manusia diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Memekerjakan orang untuk pekerjaan merupakan aktifitas kepegawaian yang khas. Kepegawaian adalah suatu aktifitas utama yang terkadang diklasifikasikan sebagai fungsi yang terpisah dari organizing.
b.      Ciri-ciri Organisasi
Ciri-ciri organisasi adalah sebagai berikut:
1)   mempunyai tujuan dan sasaran;
2)   mempunyai keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati;
3)   adanya kerjasama dari sekelompok orang; dan
4)   mempunyai koordinasi tugas dan wewenang.
c.       Komponen-komponen Organisasi
Ada empat komponen dari organisasi yang dapat diingat dengan kata “WERE” (Work, Employees, Relationship dan Environment).
1)   Work (pekerjaan) adalah fungsi yang harus dilaksanakan berasal dari sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
2)   Employees (pegawai-pegawai) adalah setiap orang yang ditugaskan untuk melaksanakan bagian tertentu dari seluruh pekerjaan.
3)   Relationship (hubungan) merupakan hal penting di dalam organisasi. Hubungan antara pegawai dengan pekerjaannya, interaksi antara satu pegawai dengan pegawai lainnya dan unit kerja lainnya dan unit kerja pegawai dengan unit kerja lainnya merupakan hal-hal yang peka.
4)   Environment (lingkungan) adalah komponen terakhir yang mencakup sarana fisik dan sasaran umum di dalam lingkungan dimana para pegawai melaksanakan tugas-tugas mereka, lokasi, mesin, alat tulis kantor, dan sikap mental yang merupakan faktor-faktor yang membentuk lingkungan.
d.      Tujuan organisasi
Tujuan organisasi merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi yang tidak terdapat sekarang, tetapi dimaksudkan untuk dicapai pada waktu yang akan dating melalui kegiatan-kegiatan organisasi (Handoko, 1995: 109).
e.       Prinsip-prinsip organisasi
Williams (1965: 85) mengemukakan pendapat bahwa prinsipprinsip organisasi meliputi :
1)        prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas ;
2)        prinsip skala hirarki;
3)        prinsip kesatuan perintah;
4)        prinsip pendelegasian wewenang;
5)        prinsip pertanggungjawaban;
6)        prinsip pembagian pekerjaan;
7)        prinsip rentang pengendalian;
8)        prinsip fungsional;
9)        prinsip pemisahan;
10)    prinsip keseimbangan;
11)    prinsip fleksibilitas; dan
12)    prinsip kepemimpinan.

f.       Manfaat pengorganisasian
Pengorganisasian bermanfaat sebagai berikut:
1)        dapat lebih mempertegas hubungan antara anggota satu dengan yang lain;
2)        setiap anggota dapat mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab;
3)        setiap anggota organisasi dapat mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan posisinya dalam struktur organisasi;
4)        dapat dilaksanakan pendelegasian wewenang dalam organisasi secara tegas, sehingga setiap anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang; dan
5)        akan tercipta pola hubungan yang baik antar anggota
6)        organisasi, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan dengan mudah.

g.      Kegiatan dalam fungsi organizing meliputi:
1)   menentukan model penugasan keperawatan sesuai dengan keadaan klien dan ketenagaan
2)   Mengalokasikan sumber daya, merumuskan dan menetapkan tugas, dan menetapkan prosedur yang diperlukan
3)   Menetapkan struktur organisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggungjawab
4)   Kegiatan perekrutan, penyeleksian, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia/tenaga kerja
5)   Kegiatan penempatan sumber daya manusia pada posisi yang paling tepat
6)   mengelompokkan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan dari unit
7)   bekerja dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan dan memahami serta menggunakan kekuasaan dan otoritas yang sesuai.

3.      Actuating (Pelaksanaan)
Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa, hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan bersama Terry (1993:62).

4.      Controlling (Pengawasan)
a.    Pengertian Controlling
Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat utk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

b.      Tahap-tahap Pengawasan
Tahap-tahap pengawasan terdiri atas:
1)   penentuan standar;
2)   penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan;
3)   pengukuran pelaksanaan kegiatan;
4)   pembanding pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan; dan
5)   pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan.
c.       Tipe-tipe Pengawasan
1)   Feedforward Control dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah dan penyimpangan dari standar tujuan dan memungkinkan koreksi sebelum suatu kegiatan tertentu diselesaikan.
2)   Concurrent Control merupakan proses dalam aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu sebelum suatu kegiatan dilanjutkan atau untuk menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
3)   Feedback Control mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan.

d.      Kegiatan dalam controling
Meliputi pelaksanaan penilaian kinerja staf, pertanggungjawaban keuangan, pengendalian mutu, pengendalian aspek legal dan etik serta pengendalian profesionalisme asuhan keperawatan.

D.    Prinsip-Prinsip yang Mendasari Manajemen Keperawatan.
Prinsip-prinsip manajemen secara umum menurut Fayol terdiri dari:
1.         Division of working (pembagian pekerjaan).
2.         Authority and responsibility (kewenangan dan tanggungjawab).
3.         Dicipline (disiplin).
4.         Unity of command (kesaatuan komando).
5.         Unity of direction (Kesatuan arah).
6.         Subordination of individual to generate interent (kepentingan individu tunduk pada kepentingan umum).
7.         Renumeration of personal (penghasilan pegawai).
8.         Decentralization (desentralisasi).
9.         Scala of hierarchy (jenjang hirarki).
10.     Order (keterlibatan)
11.     Stability of tunnure personal (stabilitas jabatan pegawai).
12.     Equity (keadilan).
13.     Inisiative (inisiatif)
14.     Esprit de corps (Kesetiawakawanan korps).

Seperti juga prinsip-prinsip manajemen secara umum, prinsip-prinsip yang mendasari manajemen keperawatan adalah:
1.           Manajemen keperawatan seyogianya berlandaskan perencanaan, karena melalui fungsi perencanaan pimpinan/ pengelola keperawatan dapat menurunkan risiko terhadap pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang tidak efektif dan tidak efisien.
2.         Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang efektif. Manajer/ pengelola keperawatan yang menghargai waktu akan menyusun perencanaan yang terprogram dengan baik dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan waktu dan perencanaan yang telah ditentukan sebelumnya.
3.           Manajemen keperawatan akan melibatkan pengambilan keputusan. Berbagai situasi maupun permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kegiatan keperawatan memerlukan pengambilan keputusan yang tepat diberbagai tingkat manajerial.
4.           Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus perhatian manajer/ pengelola keperawatan dengan mempertimbangkan apa yang pasien lihat, pikir, yakini dan ingini. Kepuasan pasien merupakan point utama dari tujuan keperawatan.
5.           Manajemen keperawatan harus terorganisir. Pengorganisasian dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi pelayanan untuk mencapai tujuan.
6.           Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang  meliputi proses pendelegasian, supervisi, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan rencana.
7.           Divisi keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk memperlihatkan penampilan kinerja yang baik.
8.           Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan memberikan persamaan pandangan, arah dan pengertian diantara pegawai.
9.           Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya persiapan perawat-perawat pelaksana menduduki posisi yang lebih tinggi ataupun upaya manajer keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan karyawan.
10.       Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat, pemberian instruksi dan menetapkan prinsip-prinsip melalui penetapan standar, membandingkan penampilan dengan standar dan memperbaiki kekurangan yang ditemukan.

Berdasarkan prinsip-prinsip  diatas maka para administrator dan manajer keperawatan seyogianya bekerja bersama-sama dalam perencanaan dan pengorganisasian serta fungsi-fungsi manajemen lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

 


DAFTAR PUSTAKA


Gillies, D. A., (1994), Nursing management  : A system approach, Third edition, Philadelphia: WB. Saunders Company.

Kron & Gray, (1987), The management of patiEnt care putting leadershipskill to work, Philadelphia: WB. Saunders Company.

Marguis & Huston, (2000), Leadership role and management in nursing:  theory and application, Philadelphia: Lippincott.

Sullivan, (1989), Effective management in nursing, California: Addison-Wesley Publishing Company.

Swamburg, (1999), Management and leadership for nurse manager, Boston: Jones and Barlett Publishers.

Tappen & Ruth, (1998), Essentials of nursing leadership and management, Philadelphia: FA. Davis Company.

           




LAPORAN PENDAHULUAN
DISCHARGE PLANNING


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Stase Manajemen Keperawatan



Oleh :
SRI HERMAWATI
NIM. 4012170026

















STIKES BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2017


1.      Pengertian Discharge Planning
Program discharge planning (perencanaan pulang) pada dasarnya merupakan program pemberian informasi atau pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien yang meliputi nutrisi, aktifitas/latihan, obat-obatan dan instruksi khusus yaitu tanda dan gejala penyakit pasien (Potter & Perry, 2006 dalam Herniyatun dkk, 2009:128). Informasi diberikan kepada pasien agar mampu mengenali tanda bahaya untuk dilaporkan kepada tenaga medis. Sebelum pemulangan, pasien dan keluarganya harus mengetahui bagaimana cara manajemen pemberian perawatan di rumah dan apa yang diharapkan di dalam memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan karena kegagalan untuk mengerti pembatasan atau implikasi masalah kesehatan (tidak siap menghadapi pemulangan) dapat menyebabkan meningkatknya komplikasi yang terjadi pada pasien (Potter & Perry, 2006)
Perencanaan pulang atau discharge planning merupakan proses yang dinamis agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk menyiapkan pasien melakukan perawatan mandiri di rumah. Perencanaan pulang didapatkan dari proses interaksi dimana perawat professional , pasien, dan keluarga berkolaborasi untuk memberikan dan mengatur kontinuitas keperawatan. Perencanaan pulang diperlukan oleh pasien dan harus berpusat pada masalah pasien, yaitu pencegahan, terapeutik, rehabilitatif, serta perawatan rutin yang sebenarnya. Perencanaan pulang akan menghasilkan sebuah hubungan yang terintegrasi yaitu antara perawatan yang diterima pada waktu dirumah sakit dengan perawatan yang diberikan setelah pasien pulang (Nursalam, 2012)
Perencanaan pulang atau discharge planning merupakan proses terintegrasi yang terdiri dari fase-fase yang di tujukan untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam Rosyidi, 2013).
Discharge planning adalah suatu proses dimulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali kelingkungannya. Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier, 2004).
Program yang dilakukan oleh perawat ini, tidak selalu sama antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Hal ini bisa terjadi ketika sistem perawatan yang digunakan adalah berbeda, misalnya menggunakan sistem keperawatan utama (primer). Sistem ini mewajibkan seorang perawat bertanggung jawab melakukan koordinasi perawatan untuk kelompok klien tertentu, mulai dari mereka masuk sampai pulang (Potter & Perry, 2005). National Council of Social Service, (2006) dalam Wulandari (2011) menyatakan bahwa “discharge planning merupakan tujuan akhir dari rencana perawatan, dengan tujuan untuk memberdayakan klien untuk membuat keputusan, untuk memaksimalkan potensi klien untuk hidup secara mandiri, atau agar klien dapat memanfaatkan dukungan dan sumber daya dalam keluarga maupun masyarakatnya”.

2.      Tujuan Discharge Planing
Menurut Nursalam (2012), Discharge planning bertujuan untuk:
a.       Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis dan social; meningkatkan kemandirian klien dan keluarga
b.      Meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien
c.       Membantu rujukan pasien pada system pelayanan yang lain
d.      Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien
e.       Melaksanakan rentang perawatan antar rumah sakit dan masyarakat
Pemberian discharge planning dapat meningkatkan kemajuan pasien, membantu pasien untuk mencapai kualitas hidup optimum sebelum dipulangkan (Almborg, 2010). Ini juga terbukti oleh hasil penelitian meta-analisis bahwa discharge planning secara signifikan mengurangi kunjungan ulang pasien ke rumah sakit (Philips, 2004).
Tujuan dilakukannya discharge planning antara lain untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis dipulangkan ke rumah, menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam proses pemulangan, menfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien, meningkatkan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien dan keluarga.

3.      Manfaat Discharge Planning
Menurut Spath (2003) dalam Nursalam & Efendi (2014), perencanaan pulang mempunyai manfaat sebagai berikut:
a.       Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada pasien yang dimulai dari rumah sakit
b.      Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk menjamin kontinuitas perawatan pasien
c.       Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru
d.      Membantu kemandirian dan kesiapan pasien dalam melakukan perawatan di rumah
Menurut Wulandari (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa manfaat dari pelaksanaan discharge planning adalah sebagai berikut:
a.       Mengurangi pelayanan yang tidak terencana (unplanned admission)
b.      Mengantispasi terjadinya kegawatdaruratan seletah kembali ke rumah
c.       Mengurangi LOS (Length Of Stay) pasien di rumah sakit
d.      Meningkatkan kepuasan individu dan pemberi layanan
e.       Menghemat biaya selama proses perawatan
f.       Menghemat biaya ketika pelaksanaan perawatan di luar rumah sakit atau di masyarakat karena perencanaan yang matang.
g.      Hasil kesehatan yang dicapai menjadi optimal.

4.      Pemberian Layanan Discharge Planning
Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan kepada pasien (Perry AG & Potter PA, 2006). Discharge planning tidak hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan. Seseorang yang merencanakan pemulangan atau coordinator asuhan berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersamaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan, dan merencanakan, mengimplementasikan discharge planning (Discharge Planning Assosiation, 2008). Seorang discharge planner bertugas membuat rencana, mengkoordinasikan, memonitor dan memberikan tindakan dan proses kelanjutan perawatan. Discharge planning ini menempatkan perawat pada posisi yang penting dalam proses perawatan pasien dan dalam team discharge planner rumah sakit, pengetahuan dan kemampuan perawatan melalui proses discharge planning. Perawat dianggap sebagai seseorang yang memiliki kompetensi lebih dan punya keahlian dalam melakukan pengkajian secara akurat, mengelola dan memiliki komunikasi yang baik dan memahami setiap kondisi dalam masyarakat (Carrol A &Dowling, 2007).
Prinsip-prinsip dalam perencanaan pulang antara lain: pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang sehingga nilai keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi, kebutuhan pasien diidentifikasi lalu dikaitkan dengan masalah yang timbul pada saat pasien pulang nanti sehingga kemungkinan masalah yang timbul di rumah dapat segera diantisipasi, perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif karena merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerjasama, tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan/sumber daya maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat (Doengoes EM, Moorhouse MF, & Murr AC, 2007).

5.      Penerima Discharge Planning
Menurut Rice (1992) dalam Potter & Perry (2005:93), setiap pasien yang dirawat di rumah sakit memerlukan discharge planning atau rencana pemulangan. Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan (Medical Mutual of Ohio, 2008 dalam Siahaan, 2009:12). Discharge planning atau rencana pemulangan tidak hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama (The Royal Marsden Hospital, 2004 dalam Siahaan, 2009:11).

6.      Faktor-faktor yang perlu dikaji dalam Discharge Planning
Faktor-faktor yang perlu dikaji dalam perencanaan pulang adalah:
a.    Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, terapi, dan perawatan yang diperlukan
b.    Kebutuhan psikologis dan hubungan interpersonal di dalam keluarga
c.    Keinginan keluarga dan pasien menerima bantuan dan kemampuan mereka memberi asuhan
d.   Bantuan yang diperlukan
e.    Pemenuhan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan, minum, eleminasi, istirahat tidur, berpakaian, kebersihan diri dll
f.     Sumber dan sistem pendukung yang ada di masyarakat
g.     Sumber financial dan pekerjaan
h.    Fasilitas yang ada dirumah dan harapan pasien setelah dirawat
i.      Kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah



7.      Prinsip – Prinsip Discharge Planning
Prinsip – prinsip dalam perencanaan pulang antara lain:
a.    Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang sehingga nilai keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi
b.    Kebutuhan dari pasien diidentifikasi lalu dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti
c.    Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif karena merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerjasama
d.   Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan/sumberdaya/fasilitas yang tersedia di masyarakat
e.    Perencanaan pulang dilakukan pada setiap system atau tatanan pelayanan kesehatan
Selain prinsip-prinsip tersebut, dalam modul yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik-Departemen Kesehatan R.I (2008) dalam Wulandari (2011), prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan perawat dalam membuat discharge planning (perencanaan pulang) adalah:
a.    Dibuat Pada Saat Pasien Masuk Pengkajian pada saat pasien masuk akan mempermudah proses pengidentifikasian kebutuhan pasien. Merencanakan pulang pasien sejak awal juga akan menurunkan lama waktu rawat yang pada akhirnya akan menurunkan biaya perawatan.
b.    Berfokus Pada Kebutuhan Pasien Perencanaan pulang tidak berfokus pada kebutuhan perawat atau tenaga kesehatan atau hanya pada kebutuhan fisik pasien. Lebih luas, perencanaan pulang berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga secara komprehensif.
c.    Melibatkan Berbagai Pihak Yang Terkait Pasien, keluarga, dan care giver dilibatkan dalam membuat perencanaan. Hal ini memungkinkan optimalnya sumber-sumber pelayanan kesehatan yang sesuai untuk pasien setelah ia pulang.
d.   Dokumentasi Pelaksanaan Discharge Planning Pelaksanaan discharge planning harus didokumentasikan dan dikomunikasikan kepada pasien dan pendamping minimal 24 jam sebelum pasien dipindahkan.
8.      Komponen/Unsusr Discharge Planning
Komponen yang dapat mendukung terselengaranya discharge planning yang efektif adalah keterlibatan pasien dan keluarga, kolaborasi antara tim kesehatan, dan dukungan dari care giver/pendamping pasien. Hal lain yang tidak kalah penting adalah mengidentifikasi kesiapan komunitas/keluarga dalam menerima pasien kembali ke rumah (Wulandari, 2011).
Discharge Planning Association (2008) dalam Siahaan (2009:21) menyatakan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada sebuah form perencanaan pemulangan antara lain:
a.    Pengobatan di rumah, mencakup resep baru, pengobatan yang sangat dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan.
b.    Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek samping yang umum terjadi.
c.    Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan pemeriksaan lain, dengan petunjuk bagaimana untuk memperoleh atau bilamana waktu akan diadakannya.
d.   Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan aktivitas, latihan, diet makanan yang dianjurkan dan pembatasannya.
e.    Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, perawatan kolostomi, ketentuan insulin, dan lain-lain).
f.     Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang akan dihadapi setelah dipulangkan. Nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan lokasi setiap janji untuk control.
g.    Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon yang bisa dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk pemulangan.
h.    Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal pelayanan di rumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan/walker, kanul, oksigen, dan lain-lain) beserta dengan nama dan nomor telepon setiap institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.

9.      Jenis Discharge Planning
Menurut Chesca (1982) dalam Nursalam & Efendi (2008:) discharge planning dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:
a.       Pulang sementara atau cuti (conditioning discharge). Keadaaan pulang ini dilakukan apabila kondisi klien baik dan tidak terdapat komplikasi. Klien untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada pengawasan dari pihak rumah sakit atau Puskesmas terdekat.
b.      Pulang mutlak atau selamanya (absolute discharge). Cara ini merupakan akhir dari hubungan klien dengan rumah sakit. Namun apabila klien perlu dirawat kembali, maka prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.
c.       Pulang paksa (judicial discharge). Kondisi ini klien diperbolehkan pulang walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi klien harus dipantau dengan melakukan kerjasama dengan perawat puskesmas terdekat.

10.  Hal-Hal Yang Harus Diketahui Pasien Sebelum Pulang
a.       Instruksi tentang penyakit yang diderita, pengobatan yang harus dijalankan, serta masalah-masalah atau komplikasi yang dapat terjadi.
b.      Informasi tertulis tentang keperawatan yang harus dilakukan di rumah.
c.       Pengaturan diet khusus dan bertahap yang harus dijalankan.
d.      Jelaskan masalah yang mungkin timbul dan cara mengantisipasi.
e.       Pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada keluarga maupun pasien sendiri dapat digunakan metode ceramah, demonstrasi, dan lain-lain.
f.       Informasi tentang nomor telepon layanan keperawatan, medis, dan kunjungan rumah apabila pasien memerlukan.



11.  Alur Discharge Planning

LAPORAN PENDAHULUAN
PERHITUNGAN KEBUTUHAN PERAWAT


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Stase Manajemen Keperawatan



Oleh :
SRI HERMAWATI
NIM. 4012170026
















STIKES BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2017




Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan

Berikut ini akan dipaparkan beberapa pedoman dalam penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat inap
1.      Metode Rasio (SK Menkes RI No. 262 Tahun 1979).
metode penghitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tempat tidur sebagai pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlukan. Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah. Kelemahan dari metode ini adalah hanya mengetahui jumlah perawat secara kuantitas tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas perawat di rumah sakit dan kapan tenaga perawat tersebut dibutuhkan oleh setiap unit di rumah sakit. Metode ini bisa digunakan jika kemampuan dan sumber daya untuk perencanaan tenaga terbatas, sedangkan jenis, tipe, dan volume pelayanan kesehatan relatif stabil.
Rasio jumlah tempat tidur dan kebutuhan perawat
Rumah sakit
Perbandingan
KELAS A DAN B
TT: Tenaga Medis
TT: Tenaga Keperawatan
TT: Nonkeperawatan
TT: Tenaga Nonmedis
= (4-7): 1
= 1:1
= 3:1
= 1:1
KELAS C
TT: Tenaga Medis
TT: Tenaga Keperawatan
TT: Nonkeperawatan
TT: Tenaga Nonmedis
= 9:1
= (3-4) : 2
= 5:1
= 3:4
KELAS D
TT: Tenaga Medis
TT: Tenaga Keperawatan
TT: Tenaga Nonmedis
= 15 : 1
= 2 : 1
= 6 : 1




2.      Metode Need.
Metode ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk menghitung kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis pelayanan yang diberikan kepada pasien selama di rumah sakit. Sebagai contoh untuk pasien yang menjalani rawat jalan, ia akan mendapatkan pelayanan, mulai dari pembelian karcis, pemeriksaan perawat/dokter, penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotek dan sebagainya. Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu berjalan dengan baik.

a.       Hudgins.
Penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat jalan menggunakan metode dari Hudgins, yaitu menetapkan standar waktu pelayanan pasien rawat jalan, yaitu
Standar waktu pelayanan pasien rawat jalan
Kegiatan

Lama waktu (menit) untuk pasien
Baru
Lama
Pendaftaran
Pemeriksaan dokter
Pemeriksaan asisten dokter
Penyuluhan
Laboratorium
3
15
18
51
5
4
11
11
0
7

Penghitungan menggunakan rumus:

b.      Douglas.
Untuk pasien rawat inap standar waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut.
1)      Perawatan minimal memerlukan waktu: 1−2 jam/24 jam.
2)      Perawatan intermediet memerlukan waktu: 3−4 jam/24 jam.
3)      Perawatan maksimal/total memerlukan waktu: 5−6 jam/24 jam.
Penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Kategori I: perawatan mandiri.
a)      Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, seperti mandi dan ganti pakaian.
b)      Makan, dan minum dilakukan sendiri.
c)      Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan.
d)     Observasi tanda vital setiap sif.
e)      Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
f)       Persiapan prosedur pengobatan.
2)      Kategori II: perawatan intermediate.
a)      Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi.
b)      Observasi tanda vital tiap 4 jam.
c)      Pengobatan lebih dari satu kali.
d)     Pakai kateter Foley.
e)      Pasang infus intake-output dicatat.
f)       Pengobatan perlu prosedur.
3)      Kategori III: perawatan total.
a)      Dibantu segala sesuatunya, posisi diatur.
b)      Observasi tanda vital tiap 2 jam.
c)      Pemakaian slang NG.
d)     Terapi intravena.
e)      Pemakaian suction.
f)       Kondisi gelisah/disorientasi/tidak sadar.
Catatan:
·         dilakukan satu kali sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya dilakukan oleh perawat yang sama selama 22 hari;
·         setiap pasien minimal memenuhi 3 kriteria berdasarkan klasifikasi pasien;
·         bila hanya memenuhi satu kriteria maka pasien dikelompokkan pada klasifikasi di atasnya.

Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi pasien, di mana masing-masing kategori mempunyai nilai standar per sif, yaitu :
Jumlah Pasien
Klasifikasi Pasien
Minimal
Parsial
Total
P
S
M
P
S
M
P
S
M
1
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
0,17
2
0,34
0,34
0,34
0,34
0,34
0,34
0,34
0,34
0,34
3
0,51
0,51
0,51
0,51
0,51
0,51
0,51
0,51
0,51

3.      Metode Demand.
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang memang nyata dilakukan oleh perawat. Setiap pasien yang masuk ruang gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:
a.       Untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit.
b.      Untuk kasus mendesak : 71,28 menit.
c.       Untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit
Jenis Pelayanan
Rata-rata jam perawatan/hari/pasien
Nonbedah
3,4
Bedah
3,5
Campuran bedah dan nonbedah
3,5
Postpartum
3
Bayi baru lahir
2,5

4.      Metode Gilles.
a.     Rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit perawatan adalah:
 = H
Keterangan:
A = rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B = rata-rata jumlah pasien/hari
C = jumlah hari/tahun
D = jumlah hari libur masing-masing perawat
E = jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H = jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut
b.      Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari:

Prinsip perhitungan rumus Gillies:
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu sebagai berikut.
1)       Perawatan langsung, adalah perawatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care. Rata-rata kebutuhan perawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari. Adapun waktu perawatan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien adalah:
·      Self care dibutuhkan ½ × 4 jam : 2 jam
·      Partial care dibutuhkan ¾ × 4 jam : 3 jam
·      Total care dibutuhkan 1−1½ × 4 jam : 4−6 jam
·      Intensive care dibutuhkan 2 × 4 jam : 8 jam.
2)       Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan, memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha Detroit = 38 menit/pasien/hari, sedangkan menurut Wolfe dan Young = 60 menit/pasien/hari dan penelitian di Rumah Sakit John Hopkins dibutuhkan 60 menit/pasien (Gillies, 1996).

5.      Berdasarkan pengelompokan unit kerja dirumah sakit (Depkes, 2011).
Kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan) harus memperhatikan unit kerja yang ada di rumah sakit. Secara garis besar terdapat pengelompokan unit kerja di rumah sakit sebagai berikut.
a.       Rawat inap
Berdasarkan klasifikasi pasien cara perhitungannya berdasarkan:
·         tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus;
·         jumlah perawatan yang diperlukan/hari/pasien;
·         jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari;
·         jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.
Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi dengan hari libur/cuti/hari besar (loss day).

Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-nursing jobs), seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihanruangan kebersihan alat-alat makan pasien dan lain-lain, diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss day ) × 25%
Jumlah tenaga: tenaga yang tersedia + faktor koreksi
·         tingkat ketergantungan pasien:
Pasien diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang didasarkan pada kebutuhan terhadap asuhan keperawatan/kebidanan.
1)      Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria:
a)      kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;
b)      makan dan minum dilakukan sendiri;
c)      ambulasi dengan pengawasan;
d)     observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif;
e)      pengobatan minimal, status psikologis stabil.
2)      Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:
a)      kebersihan diri dibantu makan minum dibantu;
b)      observasi tanda-tanda vital setiap empat jam;
c)      ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.
3)      Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:
a)      sebagian besar aktivitas dibantu;
b)      observasi tanda-tanda vital setiap 2–4 jam sekali;
c)      terpasang kateter Foley, intake dan output dicatat;
terpasang infus;
d)     pengobatan lebih dari sekali;
e)      persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
4)      Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:
a)      segala aktivitas dibantu oleh perawat;
b)      posisi pasien diatur dan observasi tanda-tanda vital setiap dua jam;
c)      makan memerlukan NGT dan menggunakan suction;
d)     gelisah/disorientasi.

Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan:
Hari libur/cuti/hari besar (loss day)
 Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-nursing jobs) seperti contohnya: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss day) × 25%

b.      Jumlah tenaga untuk kamar operasi
Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi:
·      jumlah dan jenis operasi;
·      jumlah kamar operasi;
·      Pemakaian kamar operasi (diprediksi 6 jam per hari) pada hari kerja;
·      Tugas perawat di kamar operasi: instrumentator, perawat sirkulasi (2 orang/tim);
·      Tingkat ketergantungan pasien:
1)      Operasi besar: 5 jam/ operasi;
2)      Operasi sedang: 2 jam/operasi;
3)      Operasi kecil: 1 jam /operasi.
Rumus:
c.       Jumlah tenaga di ruang penerimaan
1) Ketergantungan pasien di ruang penerimaan: 15 menit
2) Ketergantungan di RR: 1 jam

Perhitungan di atas dengan kondisi: alat tenun dan set operasi dipersiapkan oleh CSSD

d.      Jumlah tenaga di instalasi gawat darurat
Dasar perhitungan di gawat darurat adalah:
1.      Rata-rata jumlah pasien per hari
2.      Jumlah jam perawatan per hari
3.      Jam efektif per hari
Ditambah lost day 86/279 × jumlah kebutuhan

e.       Critical Care
1.      Rata-rata jumlah pasien/hari = 10
2.      Jumlah jam perawatan/hari = 12
Ditambah lost day 86/279 × jumlah kebutuhan

f.       Rawat Jalan
1.      Jumlah pasien/hari = 100 orang
2.      Jumlah jam perawatan/hari = 15 menit
Ditambah koreksi 15%

g.      Kamar Bersalin
1.      Waktu pertolongan kala I−IV = 4 jam/pasien
2.      Jam kerja efektif = 7 jam/hari
3.      Rata-rata jumlah pasien setiap hari = 10 orang

Ditambah lost day.











LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KONFLIK


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Stase Manajemen Keperawatan



Oleh :
SRI HERMAWATI
NIM. 4012170026

















STIKES BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM STUDI PROFESI ILMU KEPERAWATAN
2017



A.    Penelitian Terdahulu
Eli Hariati (2000) melakukan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Manajemen Konflik terhadap Kinerja Karyawan di Direktorat Sumber Daya Manusia PT POS INDONESIA (Persero) di Bandung ”. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa variabel X Manajemen Konflik berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan (Y) pada PT POS INDONESIA (Persero) di Bandung.
B.     Konsep Manajemen Konflik
1.      Pengertian Konflik
Unsur manusia dianggap penting dalam kehidupan berorganisasi, bahkan dalam hal ini manusia dipandang sebagai sumber daya yang paling penting di dalam keseluruhan aktifitas perusahaan. Sehubungan dengan itu, maka manusia perlu diatur dan diperhatikan keberadaannya sehingga dapat didayagunakan secara optimal dan pada akhirnya mereka akan memiliki komitmen yang tinggi dan kepuasan kerja serta yang terpenting bagi perusahaan/organisasi yaitu produktivitas kerja yang tinggi. Setiap manusia mempunyai pikiran, perasaan, status, keinginan, dan latar belakang heterogenyang dibawa ke dalam organisasi, maka tidak menutup kemungkinan dalam malakukan aktivitasnya sebagai anggota organisasi sering terjadi benturan dan pertentangan, dan apabila dibiarkan maka akan timbul konflik dalam organsasi.
Kusnadi (2003 : 11) mengemukakan pengertian konflik sebagai berikut : Konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat antagonistis (berlawanan, bertentangan atau berseberangan). Konflik terjadi karena perbedaan, kesenjangan, dan kelangkaan kekuasaan, perbedaan atau kelangkaan posisi sosial dan posisi sumber daya atau karena disebabkan sistem nilai dan penilaian yang berbeda secara ekstrim. James A. F. Stoner dan Charles Wankel yang diterjemahkan Winardi (1994 : 62) mengemukakan pendapatnya mengenai konflik : Konflik organisatoris merupakan suatu ketidaksesuaian paham antara dua orang anggota organisasi atau lebih, yang timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber daya yang langka, atau aktivitas-aktivitas pekerjaan, dan atau karena mereka memiliki statusstatus, tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau persepsi-persepsi yang berbeda. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa konflik dalam organisasi terjadi sebagai akibat dari adanya ketidak sesuaian individu, tujuan, persepsi, nilai, status, sumber daya yang terbatas, dan keterikatan untuk secara bersama-sama menjalankan kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi. Sikap orang tentang konflik dalam organisasi-organisasi telah mengalami banyak perubahan seiring berjalannya waktu. Hal serupa juga dikemukakan oleh Stephen P. Robbins yang dikutip oleh Winardi (1994 : 65) menyatakan bahwa pandangan tentang konflik dibagi menjadi dua macam yaitu : Pandangan Tradisional dan Modern Tentang Konflik
Pandangan kuno
Pandangan modern
Konflik dapat dihindari
Konflik tidak dapat dihindari
Konflik disebabkan karena adanya kesalahan managemen dalam hal mendesain dan memanajemen organisasi – organisasi atau karena adanya pengacau –pengacau
Konflik muncul karena aneka macam sebab, termasuk di dalamnya struktur organisatoris, Perbedaan – perbedaan dalam tujuan – tujuan yang tidak dapat dihindari perbedaan – perbedaan dalam persepsi – persepsi serta nilai – nilai personalia yang terspesialisasi dan sebagainya
Konflik merusak organisasi yang bersangkutan, dan menyebabkan tidak tercapainya hasil optimal
Konflik membantu, kadang – kadang menghambat hasil pekerjaan organisatoris dengan derajat yang berbeda.
Tugas managemen adalah meniadakan konflik.
Tugas managemen adalah manajemen tingkat konflik, dan pemecahannya hingga dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal
Agar dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal, maka Konflik perlu ditiadakan.
Hasil pekerjaan optimal secara organisatoris, memerlukan konflik moderat
Sumber : Winardi,1994
Berdasarkan pendapat seperti tertera pada Tabel, maka tugas manajer bukanlah menekan atau memecahkan semua konflik, tetapi mereka perlu memanajemennya sedemikian rupa, hingga dapat diminimalisasi. Manajemen demikian dapat mencakup stimulisasi konflik pada situasi – situasi dimana penekanannya dapat menyebabkan terhambatnya efektifitas, kreativitas dan inovasi organisasi. Manajemen konflik merupakan cara yang dilakukan oleh pimpinan dalam menstimulasi konflik, mengurangi konflik dan menyelesaikan konflik yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja individu dan produktivitas organisasi. Kajian teori tentang manajemen konflik berguna bagi manajer atau pimpinan organisasi/ perusahaan dalam merespon setiap konflik yang munculpada organisasi/perusahaan yang menjadi tanggungjawabnya. Pengelolaan konflik yang baik didahului dengan identifikasi sumber-sumber konflik dan jenis-jenis konflik, mengetahui proses terjadinya konflik, klasifikasi konflik berdasarkan keuntungan dan kerugian bagi kelangsungan organisasi/perusahaan, memilih pendekatan sesuai dengan masalah dan tujuan yang akan dicapai
2.      Indikator Manajemen Konflik
Indikator dari manajemen konflik menurut dr. Wahyudi (2008) adalah :
a.       Keterbatasan sumber daya
Setiap organisasi atau perusahaan mempunyai keterbatasanketerbatasan dalam penyediaan dana, ruang, bahan baku, personalia, informasi, serta sumber-sumber penting lainnya. Perusahaan yang sedang berkembang membutuhkan sumber daya yang lebih banyak, pimpnan mengalokasikan sumber daya menurut prioritas dan kebutuhan pada tiap unit kerja/bagian. Pembagian yang tidak merata dapat menimbulkan perasaan iri hati antar departemen/bagian. Apabila manajer tidak menjelaskan kebijakan yang dilakukan, maka perselisihan antar departemen dapat terjadi karena persaingan yang terjadi untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas.
b.      Komunikasi
Kegagalan komunikasi terjadi disebabkan oleh salah pengertian berkenaan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, informasi yang mendua dan tidak lengkap, dan gaya individu pimpinan yang tidak konsisten.
c.       Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah sistem formal hubungan-hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasikan tugas-tugas sejumlah orang dan kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur organisasi juga berkaitan dengan masalah perbedaan status diornagisasi/perusahaan, yaitu masalah mengenai posisi tertentu sebagai kosekuensi dari karakteristik yang membedakan posisi seseorang atau kelompok dengan yang lainnya dalam struktur formal dan informal (Gibson, J.L., dalam Wahyudi, 2008). Persaingan untuk meningkatkan status pada setiap departemen atau unit kerja bertujuan untuk memperoleh penghargaan dan pengakuan dari pimpinan Masalah yang muncul dalam struktur organisasi berkenaan dengan persainganpengaruh dan kekuasaan antar departemen/unit kerja, sistem penilaian yang tidak jelas, dan perbrdaan dalam menafsirkan tujuan organisasi.
Masalah juga bisa muncul apabila seorang individu atau departemen tidak mendapatkan penghargaan atau kesempatan sesuai dengan prestasi yang dicapai. Konflik status dapat disebabkan persepsi atas ketidakadilan dalam hal ganjaran, penugasan kerja atau kesempatan pengembangan karier.
d.      Perbedaan Individu
Sifat merupakan ciri khas yang ada pada setiap individu yang membedakannya dengan individu lainnya. Perbedaan individu dilator belakangi oleh pendidikan, budaya, lingkungan sosial, etnik, dan lainlain. Perbedaan latar belakang di atas menimbulkan perbedaan dalam bersikap dan bertindak di lingkungan kerja. Konflik dapat terjadi apabila masing-masing individu mempertahankan pendiriannya dan tidak bersedia menerima pendapat serta fikiran orang lain.
3.      Jenis – Jenis Konflik
Konflik yang muncul didalam organisasi harus dikelola secara baik dan tepat agar tidak merugikan organisasi. Untuk mengelola konflik secara efektif dan efisien, maka pimpinan harus mengenal secara tepat dimana konflik tersebut terjadi agar pimpinan tersebut dapat memilih strategi manajemen yang tepat. James A.F Stoner dan Charles Wankel yang diterjemahkan oleh Winardi ( 1994 ; 68 ) menyatakan bahwa terdapat lima macam jenis konflik yang mungkin muncul dalam kehidupan organisasi tertentu, yaitu :
a.       Konflik di dalam diri individu ; terjadi apabila seorang individu tidak pasti tentang pekerjaan apa yang diharapkan akan dilakukan olehnya, apabila tuntutan tertentu dari pekerjaan yang ada, berbenturan dengan tuntutan lain, atau apabila sang individu dituntut untuk melaksanakan hal – hal yang melebihi kemampuannya.
b.      Konflik antara individu – individu didalam organisasi yang sama ; terjadi karena adanya perbedaan – perbedaan dalam kepribadian. Seringkali konflik – konflik demikian muncul karena tekanan – tekanan yang berkaitan dengan peranan atau dari cara orang mempersonalifikasi konflik antar kelompok – kelompok.
c.       Konflik antara individu – individu dan kelompok – kelompok ; dianggap hal yang Konflik antara individu – individu dan kelompok – kelompok seringkali berhubungan dengan cara para individumenghadapi tekanan – tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
d.      Konflik antara kelompok – kelompok dalam organisasi yang sama ; konflik yang banyak terjadi didalam organisasi – organisasi, karena tiap kelompok dalam organisasi mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda dan antar kelompok sendiri menginginkan segala kepentingan dan tujuannya dapat tercapai dengan baik walaupun harus berbenturan dengan kelompok lainnya.
e.       Konflik antara organisasi – organisasi dalam bidang ekonomi ; menyebabkan timbulnya pengembangan produk – produk baru, teknologi, dan jasa, harga – harga lebih rendah dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
4.      Pendekatan Manajemen Konflik
Salah satu persoalan yang sering muncul selama berlangsungnya perubahan di dalam organisasi adalah konflik antar anggota atau antar kelompok. Menurut Hardjana (Wahyudi, 2008), konflik tidak hanya harus diterima dan dikelola dengan baik, tetapi juga harus didorong karena konflik merupakan kekuatan untuk mendatangkan perubahan dan kemajuan dalam lembaga. Demikian pula Edelman R.J. (Wahyudi, 2008) menegaskan bahwa, jika konflik dikelola secara sistematis dapat berdampak positif yaitu, memperkuat hubungan kerja sama, meningkatkan kepercayaan dan harga diri, mempertinggi kreativitas dan produktivitas, dan meningkakan kepuasan kerja. Manajemen konflik yang tidak efektif dengan cara menerapkan sanksi yang berat bagi penentang, dan berusaha menekan bawahan yang menentang kebijakan sehingga iklim organisasi semakin buruk dan meningkatkan sifat ingin merusak. Maka dari itu, pimpinan organisasi di tuntut memiliki kemampuan tentang manajemen konflik dan memanfaatkan konflik untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas organisasi. Manajemen konflik adalah teknik yang dilakukan pimpinan organisasi untuk mengatur konflik dengan cara menentukan peraturan dasar dalam bersaing (Criblin J, dalam Wahyudi, 2008). Menurut Walton R. E. Dan Owens R. G. (Wahyudi, 2008), tujuan manajemen konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan. Mengingat kegagalan dalam mengelola kunflik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, maka pemilihan teknik pengendalian konflik menjadi perhatian pimpinan organisasi. Tidak ada teknik pengendalian konflik yang dapat digunakan dalam segala situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebuhan dan kekurangan. Gibson J. L. et. al. (Wahyudi, 2008) mengatakan, memilih resolusi konflik yang cocok tergantung pada faktor-faktor penyebabnya. Menurut Handoko (Wahyudi, 2008) secara umum terdapat tiga cara dalam menghadapi konflik, yaitu :
a.       Stimulasi konflik, diperlukan apabila satuan-satuan kerja dalam organisasi terlalu lambat dalam melakukan pekerjaan karena tingkat konflik rendah. Situasi konflik yang rendah akan menyebabkan para karyawan takut berinisiatif sehingga akhirnya menjadi pasif. Pimpinan perusahaan perlu merangsang timbulnya persaingan dam konflik yang dapat berdampak peningkatan kinerja karyawan perusahaan.
b.      Pengurangan atau penekanan konflik, berusaha meminimalkan kejadian konflik tetapi tidak menyentuh masalah-masalah yang menimbulkan konflik.
c.       Penyelesaian konflik, berkenaan dengan kegiatan-kegiatan pimpinan organisasi yang dapat mempengaruhi secara langsung pihak-pihak yang bertentangan.
Dengan penjelasan yang berbeda, Leavitt, H. J. (Wahyudi, 2008) mengemukakan bahwa untuk mengatasi konflik dapat dilakukan pendekatan sebagai berikut :
a.       Konfrontasi
Teknik konfrontasi adalah pemecahan masalah untuk mengurangi ketegangan melalui pertemuan tatap muka antar kelompok yang sedang konflik, dengan tujuan untuk mengenal masalah dan menyelesaikannya. Kelompok yang sedang konflik iberi kesempatan berdebat dan membahas semua masalah yang relevan sampai keputusan tercapai.
b.      Negosiasi dan tawar-menawar
Teknik negosiasi dan tawar menawar adalah perundingan mempertemukan dua pihak dengan kepentingan yang berbeda untuk mencapai sebuah persetujuan. Masing-masing pihak membawa serangkaian usulan yang kemudian didiskusikan dan dilaksanakan. Dalam perundingan, tidak ada yang dikalahkan, semua pihak menghindarkan perasaan telah memenangkan tuntutan.
c.       Penyerapan (absorption)
Teknik penyerapan (absorption) adalah cara mengelola konflik organisasi antara kelompok besar dengan kelompok kecil. Kelompok kecil mendpatkan sebagian yang diinginkannya tetapi sebagai konsekuensinya harus ikut bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya. Konflik yang dikelola secara positif dan konstruktif dapat mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian pendekatan dalam pengelolaan konflik menjadi hal yang sangat penting. Wexley, K. N. dan Yuki, G. A., (Wahyudi, 2008) mengemukakan pendekatan-pendekatan yang umum dilakukan terhadap manajemen konflik adalah sebagai berikut :
a.       Menetapkan peraturan-peraturan dan prosedur standar untuk mengatur perilaku agresif, mendorong perlakuan yang jujur terhadap bawahan.
b.      Mengubah pengaturan arus kerja, desain pekerjaan, serta aspek-aspek yang berkaitan dengan hubungan kerja antar pribadi dan antar kelompok.
c.       Mengubah sistem ganjaran untuk mendorong persaingan atau kerja sama
d.      Membentuk unit khusus yang berperan sabagai mediator dan arbitrator atau juru damai dari pihak ketiga agar mempermudah pengendalian konflik.
e.       Memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang mempunyai orientasitujuan yang berbeda dapat terwakili dalam kelompok pembuat kebijakan.
f.       Melatih pejabt-pejabat kunci untuk mendalami teknik-teknik manajemen koflik.
Keberhasilan dalam mengelola konflik ditentukan oleh ketepatan dalam memilih teknik pengelolaan, kemampuan pihak ketiga atau pimpinan dalam mengelola konflik, dan kesdiaan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menyelesaikan konflik. Winardi (Wahyudi, 2008) berpendapat bahwa metodemetode yang paling banyak digunakan dalam penyelesaian konflik adalah :
a.       Metode dominasi atau supresi, yang berusaha menekan konflik dan bukan menyelesaikannya. Dengan cara memaksakan, konflik diharapkan reda dengan sendirinya. Hasil penyelesaian konflik dengan metode dominasi menimbulkan situasi menang-kalah, pihak yang kalah harus menerima kenyataan bahwa pihak lain mempunyai otoritas yang lebih tinggi. Ada empat cara yang dapat ditempuh melalui metode dominasi, yaitu :
1)      dengan memaksa pihak lain,
2)      membujuk secara sepihak untuk mengikuti keinginannya,
3)      menghindari konflik atau menolak untuk menghadapi konflik,
4)      pemungutan suara atau berdasrkan keinginan mayoritas.
b.      Metode kompromi, adalah penyelesaian konflik dengan jalan menghimbau pihak yang terlibat konflik untuk tujuan masing-masing kelompok guna mencapai sasaran yang lebih penting bagi kelangsungan organisasi.
Penyelesaian konflik dengan metode kompromi dilakukan dengan cara :
1)      memisahkan pihak-pihak yang konflik hingga dicapai suatu pemecahan,
2)      melalui arbitrasi yaitu campur tangan pihak ketiga,
3)      menggunakan imbalan, yaitu salah satu pihak menerima imbalan untuk mengakhir konflik.
c.       metode pemecahan problem integratif. Metode ini dapat mengalihkan konflik antar kelompok menjadi sebuah situasi pemecahan masalah bersama. Terdapat tiga cara penyelesian konflik secara integratif, yaitu :
1)      melalui konsensus kedua pihak yng terlibat konflik,
2)      konfrontasi untuk membandingkan pendapat masing-masing pihak yang berkonflik
3)      penggunaan tujuan-tujuan superordinat sebagai tujuan yang bernilai lebih tinggi dari tujuan unit/kelompok, d tujun tidak dapat dicapai tanpa kerjasama semua pihak yang bertentangan.
5.      Manfaat Terjadinya Konflik
Betapa besar keberadaan konflik dalam organisasi, hingga hal ini dapat dimanfaatkan oleh pimpinan untuk memajukan dan mengembangkan organisasi yang dipimpinnya . Konflik yang dimanajemen dengan baik dapat menimbulkan manfaat bagi organisasi. Hammer dan Organ yang di kutip oleh Adam I. Indrawijaya ( 1996 ; 162 ) mengemukakan beberapa manfaat dari konflik, yaitu :
a.       Konflik akan mencegah stagnasi,
b.      Konflik akan memberikan stimulasi terhadap timbulnya rasa penting dan keingintahuan,
c.       Konflik akan menjadi media pengungkapan persoalan, sehingga dapat di pelajari jalan pemecahannya,
d.      Konflik merupakan dasar bagi terjadinya perubahan, baik perorangan maupun perubahan sosial,
e.       Konflik dapat membantu bagi pengujian kemampuan, sangat berguna untuk keperluan belajar dan pengembangan.
f.       Konflik dapat membantu orang – orang dan kelompok untuk menciptakan identitas dan citra mereka.
C.     Kinerja
1.    Pengertian Kinerja
Menurut Siswanto (2002 : 235) ”Kinerja adalah prestasi yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya”. Menurut Ilyas (dalam Indrajaya 2001 : 55) ”Kinerja adalah penampilan hasil kerja personal baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi”. Menurut Malayu (2002 : 86) ”Kinerja adalah hasil kerja nyata dan standar kualitas maupun kuantutas yang dihasilkan setiap karyawan”. Menurut Mangkunegara (2003 : 223) ”Kinerja adalah hasil dari suatu proses evaluasi yang dilakukan perusahaan meliputi kejujuran, loyalitas, kedisiplinan, kerja sama, tanggung jawab, sikap, kehadiran, kuantitas, pekerjaan, kualitas kerja dan peningkatan kerja”.
Berdasarkan pendapat di atas mengenai kinerja, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa kinerja merupakan prestasi kerja seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya di dalam suatu perusahaan yang meliputi kejujuran, loyalitas, kedisiplinan, kerja sama, tanggung jawab, sikap, kehadiran, kuantitas, pekerjaan, kualitas kerja dan peningkatan kerja.
2.    Indikator Kinerja
 Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan adalah sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat bahwa kinerja setiap hari dalam perusahaan dan perseorangan terus mengalami peningkatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Menurut Mathis (2002 : 78): Kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi, yang antara lain termasuk :
a.    Kuantitas kerja : Volume kerja yang dihasilkan dalam keadaan normal
b.    Kualitas kerja : Kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak
b.    mengabaikan volume pekerjaan.
c.    Pemanfaatan waktu : Penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan
d.   kebijaksanaan perusahaan.
e.    Kerjasama : kemampuan menangani hubungan dalam pekerjaan.
Selain memedomani kriteria tersebut, performance atau kinerja dihasilkan oleh adanya tiga hal, yaitu :
a.    kemampuan atau ability dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi (capacity to perform)
b.    Kemauan, semangat, hasrat atau motivation dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk berprestasi (willingness to perform)
c.    Kesempatan untuk berprestasi (opportunity to perform)
Berdasarkan keseluruhan defenisi di atas dapat kita lihat bahwasanya kinerja pegawai ini adalah merupakan output dari penggabungan faktor-faktor yang penting yakni, kemampuan dan minat, penerimaan seorang pekerja atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja.
Semakin tinggi faktor-faktor di atas, maka semakin besarlah kinerja pegawai yang bersangkutan.


3.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Manurut Mathis (2002 : 80) dalam pembahasan mengenai permasalahan kinerja pegawai, tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang menyertainya:
a.    Faktor kemampuan (ability) : Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
b.    Faktor motivasi : Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan kerja.
4.    Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja perlu diadakan untuk mengetahui pencapaian sasaran-sasaran organisasi Menurut Siagian (Wahyudi, 2008), penilaian adalah pengukuran dan perbandingan hasil-hasil yang dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai. Penilaian pda akhirnya menghasilkan keputusan tentang pelaksanaan pekerjaan dengan kategori baik atau tidak, berhasil atau tidak berhasil setlah dihitung secara kuantitatif. Melalui penilaian, kekuatan suatu program bisa diketahui dan dipelihara sedangkan kelemahan-kelemahan dapat dikurangi atau dihilangkan. Terry (Wahyudi, 2008) menyatakan bahwa penilaian kinerja mmerupakan evaluasi resmi dan periodik tentang hasil pekerjaan seorang pekerja yang diukur dengan kriteria pekerjaan yang telah ditentukan. Dessler (Wahyudi, 2008) mengatakan, agar penilaian kinerja dapat berlangsung sesuai harapan, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah:
a.         Mendefenisikan pekerjaan, berarti memastikan bahwa pimpinan (evaluator) dan bawahan sama-sama sepakat dengan rincian tugas dan instrumen yang akan digunakan untuk menilai kinerja.
b.         Penilaian prestasi, berarti membandingkan antara pretasi actual anggota/karyawan dengan instrumen penilaian.
c.         Menyediakan umpan balik, berarti mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membahas prestasi kemajuan bawahan. Dalam pertemuan dirancang rencana pengembangan yang mungkin diperlukan
Menetapkan standar dan metode pengukuran kinerja, tujuan dan sasaran yang ditetapkan selama proses perencanaan sebaiknya dirumuskan secara jelas, mudah dipahami dan terukur dari aspek waktu penyelesaian suatu pekerjaan, dan dengan unit mana harus bekerjasama. Mengukur kinerja, yaitu kegiatan mengamati perilaku karyawan dalam bekerja, dan menghitung keberhasilan penyelesaian tugas dalam jangka waktu yang ditetapkan. Penilaian kinerja yang baik mengutamakan pada hubungan kerja antara pimpinan dengan bawahan, menjelaskan apa yang telah dikerjakan dan menghargai prestasi pekerjaannya. Dengan demikian dalam penilaian kinerja, hubungan antara penilai dengan pihak yang dinilai terjalin dengan baik, tidak semata-mata mencari kesalahan tetapi lebih bertujuan untuk menindak lanjuti hasil penilaian dan menghargai prestasi kerja karyawan.

D.    Hubungan Manajemen Konflik dengan Kinerja
Karyawan dapal perusahaan memiliki beragam sifat, pandangan, cara berfikir, hingga kebudayaan. Sering kali dan bahkan tidak dapat dihindari akibat adanya perbedaan itu, muncul pertentangan diantara sesama karyawan. Pertentangan yang muncul akan membuat komunikasi antara sesame karyawan menjadi kurang baik. Komunikasi yang kurang baik, akan membuat pekerjaan terganggu.

Pekerjaan yang terganggu akan mempengaruhi kinerja dari karyawan yang mengalami konflik. Seperti yang dikemukakan oleh S. P. Robbins (dalam Kusnadi, 2003) bahwa tingkat konflik optimal merupakan jenis konflik yang fungsional sehingga organisasi menjadi efektif dan mempunyai karakteristik inovatif, kritis terhadap aktivitas intern organisasi, tanggap terhadap perubahan, kreatif dan cepat beradaptasi terhadap perkembangan lingkungan. Tetapi sebaliknya, jika konflik yang muncul dalam hubungan antar karyawan tersebut dapat dimanage dengan baik, maka hasilnya justru bisa membawa dampak yang baik bagi hubungan antar karyawan dan juga akan berpengaruh baik bagi kinerja karyawan serta operasional perusahaan. 

Komentar

Postingan Populer